Selasa, 01 Mei 2012

LAKI-LAKI SEJATI

Seorang perempuan muda bertanya
kepada ibunya.
Ibu, lelaki sejati itu seperti apa?
Ibunya terkejut. Ia memandang takjub
pada anak yang di luar
pengamatannya sudah menjadi gadis
jelita itu. Terpesona, karena waktu tak
mau menunggu. Rasanya baru
kemarin anak itu masih ngompol di
sampingnya sehingga kasur berbau
pesing. Tiba-tiba saja kini ia sudah
menjadi perempuan yang punya
banyak pertanyaan.
Sepasang matanya yang dulu sering
belekan itu, sekarang bagai sorot
lampu mobil pada malam gelap.
Sinarnya begitu tajam. Sekelilingnya
jadi ikut memantulkan cahaya. Namun
jalan yang ada di depan hidungnya
sendiri, yang sedang ia tempuh,
nampak masih berkabut. Hidup
memang sebuah rahasia besar yang
tak hanya dialami dalam cerita di
dalam pengalaman orang lain, karena
harus ditempuh sendiri.
Kenapa kamu menanyakan itu,
anakku?
Sebab aku ingin tahu.
Dan sesudah tahu?
Aku tak tahu.
Wajah gadis itu menjadi merah.
Ibunya paham, karena ia pun pernah
muda dan ingin menanyakan hal yang
sama kepada ibunya, tetapi tidak
berani. Waktu itu perasaan tidak
pernah dibicarakan, apalagi yang
menyangkut cinta. Kalaupun dicoba,
jawaban yang muncul sering
menyesatkan. Karena orang tua
cenderung menyembunyikan rahasia
kehidupan dari anak-anaknya yang
dianggapnya belum cukup siap untuk
mengalami. Kini segalanya sudah
berubah. Anak-anak ingin tahu tak
hanya yang harus mereka ketahui,
tetapi semuanya. Termasuk yang dulu
tabu. Mereka senang pada bahaya.
Setelah menarik napas, ibu itu
mengusap kepala putrinya dan
berbisik.
Jangan malu, anakku. Sebuah rahasia
tak akan menguraikan dirinya, kalau
kau sendiri tak penasaran untuk
membukanya. Sebuah rahasia dimulai
dengan rasa ingin tahu, meskipun
sebenarnya kamu sudah tahu. Hanya
karena kamu tidak pernah mengalami
sendiri, pengetahuanmu hanya
menjadi potret asing yang kamu baca
dari buku. Banyak orang tua
menyembunyikannya, karena
pengetahuan yang tidak perlu akan
membuat hidupmu berat dan
mungkin sekali patah lalu berbelok
sehingga kamu tidak akan pernah
sampai ke tujuan. Tapi ibu tidak
seperti itu. Ibu percaya zaman
memberikan kamu kemampuan lain
untuk menghadapi bahaya-bahaya
yang juga sudah berbeda. Jadi ibu
akan bercerita. Tetapi apa kamu siap
menerima kebenaran walaupun itu
tidak menyenangkan?
Maksud Ibu?
Lelaki sejati anakku, mungkin tidak
seperti yang kamu bayangkan.
Kenapa tidak?
Sebab di dalam mimpi, kamu sudah
dikacaukan oleh bermacam-macam
harapan yang meluap dari berbagai
kekecewaan terhadap laki-laki yang
tak pernah memenuhi harapan
perempuan. Di situ yang ada hanya
perasaan keki.
Apakah itu salah?
Ibu tidak akan bicara tentang salah
atau benar. Ibu hanya ingin kamu
memisahkan antara perasaan dan
pikiran. Antara harapan dan
kenyataan.
Aku selalu memisahkan itu. Harapan
adalah sesuatu yang kita inginkan
terjadi yang seringkali bertentangan
dengan apa yang kemudian ada di
depan mata. Harapan menjadi ilusi, ia
hanya bayang-bayang dari hati. Itu
aku mengerti sekali. Tetapi apa
salahnya bayang-bayang? Karena
dengan bayang-bayang itulah kita
tahu ada sinar matahari yang
menyorot, sehingga berkat kegelapan,
kita bisa melihat bagian-bagian yang
diterangi cahaya, hal-hal yang nyata
yang harus kita terima, meskipun itu
bertentangan dengan harapan.
Ibunya tersenyum.
Jadi kamu masih ingat semua yang
ibu katakan?
Kenapa tidak?
Berarti kamu sudah siap untuk melihat
kenyataan?
Aku siap. Aku tak sabar lagi untuk
mendengar. Tunjukkan padaku
bagaimana laki-laki sejati itu.
Ibu memejamkan matanya. Ia seakan-
akan mengumpulkan seluruh unsur
yang berserakan di mana-mana, untuk
membangun sebuah sosok yang jelas
dan nyata.
Laki-laki yang sejati, anakku katanya
kemudian, adalah… tetapi ia tak
melanjutkan.
Adalah?
Adalah seorang laki-laki yang sejati.
Ah, Ibu jangan ngeledek begitu, aku
serius, aku tak sabar.
Bagus, Ibu hanya berusaha agar kamu
benar-benar mendengar setiap kata
yang akan ibu sampaikan. Jadi
perhatikan dengan sungguh-sungguh
dan jangan memotong, karena laki-
laki sejati tak bisa diucapkan hanya
dengan satu kalimat. Laki-laki sejati
anakku, lanjut ibu sambil memandang
ke depan, seakan-akan ia melihat laki-
laki sejati itu sedang melangkah di
udara menghampiri penjelmaannya
dalam kata-kata.
Laki-laki sejati adalah…
Laki-laki yang perkasa?!
Salah! Kan barusan Ibu bilang, jangan
menyela! Laki-laki disebut laki-laki
sejati, bukan hanya karena dia
perkasa! Tembok beton juga perkasa,
tetapi bukan laki-laki sejati hanya
karena dia tidak tembus oleh peluru
tidak goyah oleh gempa tidak tembus
oleh garukan tsunami, tetapi dia harus
lentur dan berjiwa. Tumbuh,
berkembang bahkan berubah, seperti
juga kamu.
O ya?
Bukan karena ampuh, bukan juga
karena tampan laki-laki menjadi sejati.
Seorang lelaki tidak menjadi laki-laki
sejati hanya karena tubuhnya tahan
banting, karena bentuknya indah dan
proporsinya ideal. Seorang laki-laki
tidak dengan sendirinya menjadi laki-
laki sejati karena dia hebat, unggul,
selalu menjadi pemenang, berani dan
rela berkorban. Seorang laki-laki
belum menjadi laki-laki sejati hanya
karena dia kaya-raya, baik, bijaksana,
pintar bicara, beriman, menarik, rajin
sembahyang, ramah, tidak sombong,
tidak suka memfitnah, rendah hati,
penuh pengertian, berwibawa, jago
bercinta, pintar mengalah, penuh
dengan toleransi, selalu menghargai
orang lain, punya kedudukan, tinggi
pangkat atau punya karisma serta
banyak akal. Seorang laki-laki tidak
menjadi laki-laki sejati hanya karena
dia berjasa, berguna, bermanfaat,
jujur, lihai, pintar atau jenius. Seorang
laki-laki meskipun dia seorang idola
yang kamu kagumi, seorang
pemimpin, seorang pahlawan,
seorang perintis, pemberontak dan
pembaru, bahkan seorang yang arif-
bijaksana, tidak membuat dia
otomatis menjadi laki-laki sejati!
Kalau begitu apa dong?
Seorang laki-laki sejati adalah seorang
yang melihat yang pantas dilihat,
mendengar yang pantas didengar,
merasa yang pantas dirasa, berpikir
yang pantas dipikir, membaca yang
pantas dibaca, dan berbuat yang
pantas dibuat, karena itu dia berpikir
yang pantas dipikir, berkelakuan yang
pantas dilakukan dan hidup yang
sepantasnya dijadikan kehidupan.
Perempuan muda itu tercengang.
Hanya itu?
Seorang laki-laki sejati adalah seorang
laki-laki yang satu kata dengan
perbuatan!
Orang yang konsekuen?
Lebih dari itu!
Seorang yang bisa dipercaya?
Semuanya!
Perempuan muda itu terpesona.
Apa yang lebih dari yang satu kata dan
perbuatan? Tulus dan semuanya?
Ahhhhh! Perempuan muda itu
memejamkan matanya, seakan-akan
mencoba membayangkan seluruh
sifat itu mengkristal menjadi sosok
manusia dan kemudian memeluknya.
Ia menikmati lamunannya sampai tak
sanggup melanjutkan lagi ngomong.
Dari mulutnya terdengar erangan
kecil, kagum, memuja dan rindu. Ia
mengalami orgasme batin.
Ahhhhhhh, gumannya terus seperti
mendapat tusukan nikmat. Aku jatuh
cinta kepadanya dalam
penggambaran yang pertama. Aku
ingin berjumpa dengan laki-laki
seperti itu. Katakan di mana aku bisa
menjumpai laki-laki sejati seperti itu,
Ibu?
Ibu tidak menjawab. Dia hanya
memandang anak gadisnya seperti
kasihan. Perempuan muda itu jadi
bertambah penasaran.
Di mana aku bisa berkenalan dengan
dia?
Untuk apa?
Karena aku akan berkata terus-terang,
bahwa aku mencintainya. Aku tidak
akan malu-malu untuk menyatakan,
aku ingin dia menjadi pacarku,
mempelaiku, menjadi bapak dari
anak-anakku, cucu-cucu Ibu. Biar dia
menjadi teman hidupku, menjadi
tongkatku kalau nanti aku sudah tua.
Menjadi orang yang akan memijit
kakiku kalau semutan, menjadi orang
yang membesarkan hatiku kalau
sedang remuk dan ciut.
Membangunkan aku pagi-pagi kalau
aku malas dan tak mampu lagi
bergerak. Aku akan meminangnya
untuk menjadi suamiku, ya aku tak
akan ragu-ragu untuk merayunya
menjadi menantu Ibu, penerus
generasi kita, kenapa tidak, aku akan
merebutnya, aku akan berjuang untuk
memilikinya.
Dada perempuan muda itu turun
naik.
Apa salahnya sekarang wanita
memilih laki-laki untuk jadi suami,
setelah selama berabad-abad kami
perempuan hanya menjadi orang
yang menunggu giliran dipilih?
Perempuan muda itu membuka
matanya. Bola mata itu berkilat-kilat.
Ia memegang tangan ibunya.
Katakan cepat Ibu, di mana aku bisa
menjumpai laki-laki itu?
Bunda menarik nafas panjang. Gadis
itu terkejut.
Kenapa Ibu menghela nafas
sepanjang itu?
Karena kamu menanyakan sesuatu
yang sudah tidak mungkin, sayang.
Apa? Tidak mungkin?
Ya.
Kenapa?
Karena laki-laki sejati seperti itu sudah
tidak ada lagi di atas dunia.
Oh, perempuan muda itu terkejut.
Sudah tidak ada lagi?
Sudah habis.
Ya Tuhan, habis? Kenapa?
Laki-laki sejati seperti itu semuanya
sudah amblas, sejak ayahmu
meninggal dunia.
Perempuan muda itu menutup
mulutnya yang terpekik karena
kecewa.
Sudah amblas?
Ya. Sekarang yang ada hanya laki-laki
yang tak bisa lagi dipegang mulutnya.
Semuanya hanya pembual. Aktor-
aktor kelas tiga. Cap tempe semua.
Banyak laki-laki yang kuat, pintar, kaya,
punya kekuasaan dan bisa berbuat
apa saja, tapi semuanya tidak bisa
dipercaya. Tidak ada lagi laki-laki sejati
anakku. Mereka tukang kawin, tukang
ngibul, semuanya bakul jamu, tidak
mau mengurus anak, apalagi mencuci
celana dalammu, mereka buas dan
jadi macan kalau sudah dapat apa
yang diinginkan. Kalau kamu sudah
tua dan tidak rajin lagi meladeni,
mereka tidak segan-segan menyiksa
menggebuki kaum perempuan yang
pernah menjadi ibunya. Tidak ada lagi
laki-laki sejati lagi, anakku. Jadi kalau
kamu masih merindukan laki-laki
sejati, kamu akan menjadi perawan
tua. Lebih baik hentikan mimpi yang
tak berguna itu.
Gadis itu termenung. Mukanya
nampak sangat murung.
Jadi tak ada harapan lagi, gumamnya
dengan suara tercekik putus asa. Tak
ada harapan lagi. Kalau begitu aku
patah hati.
Patah hati?
Ya. Aku putus asa.
Kenapa mesti putus asa?
Karena apa gunanya lagi aku hidup,
kalau tidak ada laki-laki sejati?
Ibunya kembali mengusap kepala
anak perempuan itu, lalu tersenyum.
Kamu terlalu muda, terlalu banyak
membaca buku dan duduk di
belakang meja. Tutup buku itu
sekarang dan berdiri dari kursi yang
sudah memenjarakan kamu itu.
Keluar, hirup udara segar, pandang
lagit biru dan daun-daun hijau. Ada
bunga bakung putih sedang mekar
beramai-ramai di pagar, dunia tidak
seburuk seperti yang kamu bayangkan
di dalam kamarmu. Hidup tidak
sekotor yang diceritakan oleh buku-
buku dalam perpustakaanmu
meskipun memang tidak seindah
mimpi-mimpimu. Keluarlah anakku,
cari seseorang di sana, lalu tegur dan
bicara! Jangan ngumpet di sini!
Aku tidak ngumpet!
Jangan lari!
Siapa yang lari?
Mengurung diri itu lari atau ngumpet.
Ayo keluar!
Keluar ke mana?
Ke jalan! Ibu menunjuk ke arah pintu
yang terbuka. Bergaul dengan
masyarakat banyak.
Gadis itu termangu.
Untuk apa? Dalam rumah kan lebih
nyaman?
Kalau begitu kamu mau jadi kodok
kuper!
Tapi aku kan banyak membaca? Aku
hapal di luar kepala sajak-sajak Kahlil
Gibran!
Tidak cukup! Kamu harus pasang
omong dengan mereka, berdialog
akan membuat hatimu terbuka,
matamu melihat lebih banyak dan
mengerti pada kelebihan-kelebihan
orang lain.
Perempuan muda itu menggeleng.
Tidak ada gunanya, karena mereka
bukan laki-laki sejati.
Makanya keluar. Keluar sekarang juga!
Keluar?
Ya.
Perempuan muda itu tercengang,
suara ibunya menjadi keras dan
memerintah. Ia terpaksa meletakkan
buku, membuka earphone yang sejak
tadi menyemprotkan musik R & B ke
dalam kedua telinganya, lalu keluar
kamar.
Matahari sore terhalang oleh awan
tipis yang berasal dari polusi udara.
Tetapi itu justru menolong matahari
tropis yang garang itu untuk menjadi
bola api yang indah. Dalam bulatan
yang hampir sempurna, merahnya
menyala namun lembut menggelincir
ke kaki langit. Silhuet seekor burung
elang nampak jauh tinggi melayang-
layang mengincer sasaran. Wajah
perempuan muda itu tetap kosong.
Aku tidak memerlukan matahari, aku
memerlukan seorang laki-laki sejati,
bisiknya.
Makanya keluar dari rumah dan lihat
ke jalanan!
Untuk apa?
Banyak laki-laki di jalanan. Tangkap
salah satu. Ambil yang mana saja,
sembarangan dengan mata terpejam
juga tidak apa-apa. Tak peduli siapa
namanya, bagaimana tampangnya,
apa pendidikannya, bagaimana
otaknya dan tak peduli seperti apa
perasaannya. Gaet sembarang laki-laki
yang mana saja yang tergapai oleh
tanganmu dan jadikan ia teman
hidupmu!
Perempuan muda itu tecengang.
Hampir saja ia mau memprotes. Tapi
ibunya keburu memotong. Asal, lanjut
ibunya dengan suara lirih namun
tegas, asal, ini yang terpenting anakku,
asal dia benar-benar mencintaimu
dan kamu sendiri juga sungguh-
sungguh mencintainya. Karena cinta,
anakku, karena cinta dapat mengubah
segala-galanya.
Perempuan muda itu tercengang.
Dan lebih dari itu, lanjut ibu sebelum
anaknya sempat membantah, lebih
dari itu anakku, katanya dengan suara
yang lebih lembut lagi namun
semakin tegas, karena seorang
perempuan, anakku, siapa pun dia,
dari mana pun dia, bagaimana pun
dia, setiap perempuan, setiap
perempuan anakku, dapat membuat
seorang lelaki, siapa pun dia,
bagaimana pun dia, apa pun
pekerjaannya bahkan bagaimana pun
kalibernya, seorang perempuan dapat
membuat setiap lelaki menjadi
seorang laki-laki yang sejati! ***